HEADLINES
advertisement
Apa itu RME (Realistic Mathematics Educations)

RME suatu Inovasi dalam Pendidikan Matematika di Indonesia

(Suatu pemikiran Pasca Konperensi Matematika Nasional 17-20 July di ITB)

oleh: Zulkardi[1]

Pendahuluan

Konperensi Matematika Nasional yang diadakan satu kali dalam dua tahun merupakan ajang pertemuan matematikawan untuk saling bertukar informasi dan pikiran atas kegiatan matematika para peserta dan membahas permasalahan yang dihadapi yang berkaitan dengan matematika. Konperensi yang ke-10 ini diadakan oleh Jurusan Matematika ITB dibuka oleh Dirjen DIKTI dan diikuti sekitar 300 orang peserta dari dalam dan luar negeri yang akan membahas tidak kurang dari 80 makalah matematika pada bidang-bidang: analisis, aljabar, kombinatorik, probabilistik dan matematika terapan serta 15 makalah pendidikan matematika dalam sidang paralel. Selain itu untuk setiap bidang ada enam makalah utama yang dibawakan oleh hampir semua pakar dari luar negeri pada sidang pleno.

Salah satu sisi menarik khususnya untuk bidang pendidikan matematika yaitu adanya empat pemakalah yang semuanya datang dari negeri Belanda dan mereka bicara topik yang sama yaitu Realistic Mathematics Education (RME) atau pendidikan matematika realistik. Tulisan ini akan selain akan membahas siapa saja mereka, apa materi yang mereka bawakan, dan mengapa mereka melakukannya secara bersama hanya untuk satu topik yaitu RME, juga akan menyinggung apa RME beserta contoh pembelajarannya dan kaitannya dengan reformasi pendidikan matematika di Indonesia.

Makalah utama pada bidang pendidikan matematika, 'RME around the world', dibawakan oleh Prof. Dr. Jan de Lange, direktur Freudenthal Institute - suatu institut atau lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan matematika di University of Ultrecth, tempat RME dilahirkan dan dikembangkan selama hampir tiga dekade sebelum diekspor ke banyak negara di dunia. Pengalaman beliau sebagai salah seorang pakar RME yang terkenal dalam membantu proses reformasi pendidikan matematika di berbagai negara di Eropah , USA, Afrika Selatan dan Panama ‘diceritakannya’ di depan semua peserta konferensi pada sidang pleno hari pertama.

Setelah itu tiga makalah RME lainnya masing-masing menekankan pada: (1) Proses perkembangan dan pensosialisasian RME di Sekolah Dasar sampai ke perguruan tinggi di negeri Belanda oleh Dr. Boudewin, seorang pakar pendidikan Belanda; (2) Pengadaptasian RME di Indonesia oleh Dr. Dick Slettenhaar, seorang pakar pendidikan matematika di Belanda yang pernah melakukan observasi di beberapa sekolah di Indonesia dan (3) Penggunaan teknologi Web dalam mengenalkan RME terhadap mahasiswa calon guru di Indonesia (lihat homepage tentang realistik matematika Indonesia di www.dikti.org pada halaman Perguruan Tingi di Indonesia) oleh Zulkardi, seorang mahasiswa S3 dari Indonesia pada bidang pendidikan matematika di University of Twente, Belanda.

Menurut Prof. Robert K Sembiring, mantan ketua himpunan matematikawan Indonesia dan ketua Tim Basic Science LPTK, para pembicara RME tersebut diundang untuk meyakinkan para peserta konperensi khususnya para pengambil keputusan yang berasal dari jajaran Depdiknas bahwa RME adalah suatu solusi dalam mereformasi pendidikan matematika di Indonesia. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa sekarang sedang dijajaki suatu proyek kerja sama Indonesia dan Belanda untuk mengembangkan pendidikan matematika menggunakan pendekatan realistik atau RME di Indonesia. Kerja sama ini sebenarnya sudah mulai dirintis sejak dua tahun lalu ketika belasan dosen dari berbagai Lembaga Pengembangan Tenaga Kependidikan (LPTK) jurusan matematika di kirim ke Belanda dengan biaya proyek PGSM / DIKTI untuk mengambil program S3 baik matematika murni maupun pendidikan matematika.

Masalah dalam Pendidikan Matematika di Indonesia

Banyaknya masalah dalam dalam pendidikan matematika di Indonesia merupakan salah satu alasan untuk mereformasi pendidikan matematika di sekolah. Masalah umum matematika yang banyak orang awam tahu seperti rendahnya daya saing di ajang international (kontras dengan Pendidikan Fisika), rendahnya rata-rata NEM nasional (paling rendah dibanding pelajaran lainnya dan untuk sekolah menengah selalu di bawah 5.0 skala 1-10), serta rendahnya minat belajar matematika lantaran matematika terasa sulit karena banyak guru matematika mengajarkan matematika dengan materi dan metode yang tidak menarik dimana guru menerangkan atau 'teacher telling' sementara murid mencatat. Masalah lain yang sering juga di bahas di beberapa surat kabar di kolom Dikbud maupun Opini seperti rendahnya kualitas buku paket lantaran banyak ditulis tanpa melibatkan orang pendidikan matematika atau guru matematika, buruknya sistem evaluasi yang hanya mengejar solusi namun mengabaikan proses mendapatkannya serta amburadulnya kurikulum matematika.

Tetapi, di atas semua itu memang pendekatan pengajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan traditional atau mekanistik yang menekankan proses 'drill and practice', prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Konsekwensinya bila mereka diberikan soal yang beda dengan soal latihan mereka akan membuat kesalahan atau 'error' kayak komputer. Mereka tidak terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling mereka.

RME suatu inovasi dalam pendidikan matematika di Indonesia

Di lain pihak banyak negara maju telah menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan realistik (RME). RME banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.

RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' bagi siswa, menekankan ketrampilan 'proses of doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ('student inventing' sebagai kebalikan dari 'teacher telling') dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan 'reasoningnya', melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.

Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan horizontal dan vertikal mathematization (matematisasi) ke dalam empat type:

(1) mechanistic, atau ‘pendekatan traditional’, yang didasarkan pada ‘drill-practice’ dan pola atau pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik). Pada pendekatan, baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.

(2) empiristic, dunia adalah realitas, dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktivitas horizontal mathematization. Treffer (1991) mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.

(3) structuralist, atau ‘Matematika modern’, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke horizontal mathematization tetapi di tetapkan dari dunia yang dibuat secara ‘ad hoc’, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.

(4) realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentfikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

Secara umum, teori RME terdiri dari lima karakteristik yaitu: (1) penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika; (2) penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus; (3) mengaitkan sesama topik dalam matematika; (4) penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika dan (5) menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.

Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun. Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu: Rapat Orang tua/ Wali Murid.

Malam ini akan ada 81 orang tua / wali murid akan datang ke sekolah. Ênam orang akan didudukkan pada satu meja. Berapa meja yang dibutuhkan?

Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa meja sebagai model pada papan tulis:




Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan keliling kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa senang sekali akan proses belajar seperti ini. Setelah sekitar 10 menit, guru mengakhiri bagian pelajaran ini. Siswa di minta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya dalam diskusi yang interaktif. Austin hanya menyalin sketsa yang ada di papan tulis sebanyak yang ia butuhkan untuk mendudukkan orang tua / wali murid (lihat gambar):







Siswa lain, Ilma, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa meja, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan angka 6. Setelah menggambar dua meja dia sadar bahwa lima meja sama dengan 30. Jadi melalui 30 ke 60 dan 72 serta 78. Dan akhirnya ia menambahkan tiga kursi pada meja terakhir.

Siswa ke tiga, Rizha, mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi masalah. Meskipun dia mulai dengan menggambar meja sebagai model, namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru pelajari pada pelajaran yang lalu (lihat gbr):




Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke 72 ditambahkannya 2 meja tadi untuk mendapatkan kapasitas 84. Selesai.

Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan level 'real' matematika pada soal 'real-world' ini. Banyak guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali. Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian, membuat matematika lebih jelas dan bisa dikategorikan kepada formal matematika.

Penutup

Telah di uraikan bahwa RME merupakan suatu teori atau pendekatan baru dalam dunia pendidikan matematika yang mulai di sosialisasikan di Indonesia. Sebagai suatu inovasi, RME merupakan suatu hal yang menjanjikan untuk dipakai dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Namun sebagai saran jika akan memulai paling tidak untuk mecari pengalaman menggunakan RME dalam suatu pembelajaran matematika perlu mencermati beberapa hal berikut:

· penyusunan serangkaian materi pengajaran yang memenuhi tiga karakteristik RME yang pertama;

· penggunaan metode mengajar secara interaktif (karakteristik ke-empat); dan

· penekanan pada formative evaluasi untuk memungkinkan siswa berkontribusi dalam bentuk ‘free production’ (karakteristik kelima).



[1] Tenaga Pengajar FKIP Matematika Unsri dan kandidat doktor pendidikan matematika di Belanda

advertisement

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 VEJWAN. All right reserved.